HinduChannel.tv – Hari pertama libur panjang menyambut Hari Raya Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW, yang bertepatan pula dengan Hari Raya Siwaratri bagi umat Hindu dan Perayaan Tahun Baru Imlek 2576, pada Sabtu (25/1) pukul 17.00 hingga 18.00 WIB, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Anjungan Bali dan Banhub (Badan Penghubung) Pemerintah Provinsi Bali mempersembahkan Tari Kecak “Subali Antaka” atau “Gugurnya Subali”. Ratusan Teman Jelajah (sebutan untuk pengunjung TMII) memadati lokasi pertunjukan berbentuk lingkaran di Jawa Dwipa Amphitheater, Danau Archipelago, Anjungan Jawa Barat.
Tari Kecak “Subali Antaka” mengisahkan tentang yang baru diangkat menjadi Raja Kiskenda, sedang bercengkrama dengan Dewi Tara, kemudian dikejutkan dengan kehadiran Subali yang semula dikira tewas dalam perkelahian melawan raksasa Mahesa Sura. Dengan bantuan Sri Rama, akhirnya Subali yang sombong dapat dikalahkan. Pementasan tari ini melibatkan sekitar 40 orang penari, yang berasal dari Diklat Tari Bali Dwipa Anjungan Bali TMII, di bawah asuhan Anak Agung Rai Susila Panji, S.Sn., M.Si. yang juga bertindak sebagai sutradara dan narrator sekaligus berperan sebagai Sugriwa.
Yang menarik, dua orang pemuda dari dua pura di Jabodetabek turut berpartisipasi dalam pementasan ini untuk melestarikan seni budaya Bali, yaitu I Nengah Dharma Pradnyandita, Ketua STT Yowana Bagasasi Bekasi dari Pura Agung Tirta Bhuana Bekasi, dan I Made Surya Pratama Wibawa, Ketua PPHD Banjar Hitakarma Pondok Gede dari Pura Penataran Agung Kerta Bhumi TMII. Usai pementasan, keduanya berbagi kesan dan pesan kepada generasi muda untuk ikut melestarikan seni budaya tradisional.
Ketua STT Yowana Bagasasi Bekasi, I Nengah Dharma Pradnyandita mengatakan, “Astungkara (bersyukur) pementasan berjalan lancar, teman-teman melakukannya dengan maksimal, lelah kami terbayar, karena saya melihat penonton sangat antusias sekali. Saya mewakili teman-teman pemuda STT. Yowana Bagasasi Bekasi merasa bangga bisa ikut melestarikan seni budaya Nusantara, khususnya seni budaya Bali, warisan leluhur yang adi luhung ini”. Dharma juga mengingatkan bahwa di era globalisasi, di mana teknologi AI (Artificial Intelligence) semakin berkembang pesat, generasi muda harus tetap menjaga dan melestarikan identitas budaya bangsa. “Maka dari itu, Saya dan beberapa teman di STT. Yowana Bagasasi Bekasi berusaha ikut berpartisipasi dalam melestarikan, agar identitas atau jati diri Bangsa Indonesia tetap terjaga, tidak hilang. Selain itu Saya sekaligus berusaha memahami dan mengamalkan ajaran Dharma (Kebenaran) yang terkandung di dalam Ramayana yang merupakan Itihasa (bagian dari kesusastraan Hindu yang menceritakan kisah-kisah epik raja-raja dan ksatria Hindu pada masa lampau). Saya berharap agar teman-teman, generasi millennial maupun generasi Z agar tetap menjaga seni budaya, dengan terlibat atau berperan aktif dalam pementasan seni budaya, karena itu merupakan prinsip dan ciri khas, ketika nanti di luar daerah atau di luar negeri, orang lain akan mengenali identitas dan jati diri kita” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua PPHD Banjar Hitakarma Pondok Gede, I Made Surya Pratama Wibawa, juga menyampaikan rasa syukur atas lancarnya pementasan kali ini menarik dua kali lipat lebih banyak penonton dibandingkan sebelumnya. Surya mengungkapkan bahwa meskipun teknologi AI semakin canggih, sensasi menonton Tari Kecak secara langsung (live) akan jauh lebih memikat daripada hanya melihatnya di layar kaca atau media sosial. “Mari kita sebagai generasi muda tidak malu terhadap seni budaya kita sendiri. Kita harus berperan aktif dalam mempromosikan seni budaya Indonesia agar lebih dikenal dunia, dan dapat menarik minat wisatawan asing untuk berkunjung dan menikmati seni budaya Bali,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua PPHD (Pemuda-Pemudi Hindu Dharma) Banjar Hitakarma, Pondok Gede, I Made Surya Pratama Wibawa juga bersyukur pementasan berjalan lancar, penonton ramai dan antusias, bahkan dua kali lipat lebih ramai dari pementasan sebelumnya. Itu artinya semakin banyak pengunjung yang penasaran dengan Tari kecak. Di tengah gempuran teknologi dan AI (Artificial Intelligence) yang sudah sangat berkembang pesat, Surya mengatakan bahwa sensasinya akan berbeda ketika kita mengalami yang aslinya atau nyata (real), seperti halnya menonton Tari Kecak secara langsung (live), akan sangat berbeda jauh rasanya, jika dibandingkan menonton di media sosial atau layar kaca, penonton akan ikut merasakan getar kharisma dari penari Kecak atau dalam Bahasa Bali disebut Taksu. Surya juga berpesan agar para muda-mudi Indonesia jangan malu terhadap seni budaya sendiri. “Mari bersama-sama kita pikirkan, kita olah, bagaimana cara mempromosikan agar lebih dikenal lagi secara luas, hingga seluruh dunia. Sehingga bukan hanya wisatawan domestik atau lokal saja, namun juga menarik minat wisatawan asing (mancanegara) untuk berkunjung dan menonton seni budaya Nusantara, khususnya Bali. Ironisnya, wisatawan asing sangat penasaran dan berusaha mempelajari seni budaya Indonesia, bahkan bisa menghasilkan pendapatan, namun generasi muda disini justru banyak yang kurang peduli terhadap seni budaya Nasional. Seharusnya kita sebagai tuan rumah harus lebih menguasai, bukan sebaliknya” ujarnya.
Perlu diketahui, pementasan Tari Kecak ini telah rutin digelar setiap akhir bulan di TMII dan selalu dipadati pengunjung. Judul Tari Kecak yang ditampilkan pun bervariasi seperti Geseng Alengka, Gugurnya Rahwana, Satyaning Jatayu, Subali Antaka (Gugurnya Subali), dll. Selain di Jawa Dwipa Amphitheater, Danau Archipelago, Anjungan Jawa Barat, Tari Kecak ini sempat dipentaskan di Plaza Kori Agung Museum Indonesia TMII. Pementasan tersebut dapat disaksikan secara gratis dengan tiket masuk TMII. Bagi Teman-teman yang ingin menikmati pertunjukan lainnya, dapat melihat informasi lebih lanjut melalui media sosial resmi TMII di Instagram: @tmii_official, @anjungan_bali, dan @badan_penghubung_provinsi_bali.
Para pemuda berharap dapat terus menginspirasi generasi muda untuk lebih mencintai dan menjaga kekayaan budaya Indonesia. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, khususnya di bidang kecerdasan buatan (AI), para pemuda ini menyadari pentingnya menjaga keberagaman budaya Indonesia agar tetap eksis dan dihargai oleh generasi penerus. Dengan berpartisipasi aktif dalam menjaga dan mengembangkan seni budaya, para pemuda berperan aktif untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa keberagaman budaya adalah aset yang sangat berharga, yang dapat menarik perhatian dunia dan memberi dampak positif bagi pembangunan pariwisata serta ekonomi kreatif di Indonesia. Mereka berharap semangat melestarikan seni budaya ini bisa menjalar dan menginspirasi lebih banyak generasi muda, agar bersama-sama kita bisa menjaga dan memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia ke kancah internasional. (ev)
Be First to Comment