HinduChannel.tv – Bali, yang juga dikenal sebagai Pulau Dewata, bukan hanya terkenal dengan kindahan alamnya yang memukau para wisatawan, tetapi juga dengan keberagaman budaya dan tradisi yang kaya. Salah satu hal yang paling menakjubkan adalah upacara adatnya yang rutin dilakukan di setiap bulannya. Upacara adat yang dilakukan oleh umat Hindu Bali memancarkan makna spiritualitas yang mendalam termasuk hari Kajeng Kliwon yang jatuh setiap 15 hari sekali dalam kalender Bali.
Kajeng Kliwon, salah satu rahinan yang kerap didentikan sebagai hari yang sakral sehingga dianggap keramat oleh umat Hindu. Kajeng Kliwon merupakan upacara pemberian korban suci sebagai persembahan kepada Sang Hyang Siwa beserta manifestasinya, karena pada hari itu diyakini Sang Hyang Siwa sedang bersemedi. Dalam Lontar Sundarigama disebutkan sebagai berikut:
“Kajeng kliwon merupakan hari pemujaan Siwa beserta sakti-Nya (Durga). Karena itu umat Hindu patut melakukan penyucian diri sambil menghaturkan canang di sanggah, tempat tidur (pelangkiran), serta apit lawing (untuk Hyang Durga Dewi). Di halaman sanggah, pekarangan rumah, serta pintu keluar rumah disajikan segehan panca warna sebagai persembahan kepada Bhuta Bhucari (sanggah), Kala Bhucari (pekarangan), dan Durga Bhucari (pintu masuk).”
Kajeng Kliwon jatuh setiap 15 hari sekali saat pertemuan tri wara, kajeng dan pancawaranya yaitu kliwon. Kajeng kliwon juga dikenal sebagai hari turunnya para bhuta untuk mencari orang yang tidak melaksanakan dharma agama dan pada hari ini pula para bhuta muncul menilai manusia yang melaksanakan dharma. Pada saat itulah kita menghaturkan segehan manca warna sebagaimana wujud persembahan, sehingga momen kajeng sendiri juga sering dimaknai atau diperhitungkan untuk pelaksanaan Bhuta yadnya.
Kajeng Kliwon dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
- Kajeng Kliwon Uwudan (jatuh setelah bulan purnama)
- Kajeng Kliwon Enyitan (jatuh setelah tilem atau bulan mati)
- Kajeng Kliwon Pamelastali (watugunung runtuh yang datang setiap 6 bulan sekali)
Kajeng kliwon tidak hanya penting dari segi spiritual, tetapi juga memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan social dan budaya masyarakat Bali. Pada hari ini, masyarakat Bali Cenderung menghindari kegiatan yang berisiko tinggi dan dianggap berbahaya karena energi negative lebih kuat. Kegiatan seperti bepergian jauh atau memulai proyek besar biasanya ditunda. (ev)
Be First to Comment