HinduChannel.tv – PLN meminta agar penjor dipasang dengan jarak sekitar 2,5 meter dari kabel listrik, baik di sisi kanan, kiri, atas maupun bawah. Imbauan tersebut sebenarnya dimaksudkan untuk menjaga keselamatan warga serta mencegah korsleting atau pemadaman listrik akibat gesekan antara penjor dan jaringan listrik. Namun, karena disampaikan menjelang hari suci dan menyentuh ranah tradisi, imbauan ini memunculkan reakBeberapa hari terakhir, masyarakat Hindu di Bali diramaikan oleh imbauan PLN mengenai jarak aman pemasangan penjor menjelang Hari Raya Galungan. si beragam di tengah masyarakat.
Bagi umat Hindu di Bali, penjor bukan sekadar hiasan yang dipasang di depan rumah. Penjor memiliki nilai spiritual yang mendalam dan menjadi simbol yang sangat penting dalam perayaan Galungan. Penjor dipandang sebagai representasi Gunung Agung, gunung tersuci di Bali yang diyakini sebagai tempat bersemayamnya para dewa dan leluhur. Selain itu, penjor melambangkan rasa syukur atas berkah Ida Sang Hyang Widhi Wasa melalui berbagai hasil bumi yang digantungkan pada batang penjor. Dalam tradisi Hindu Bali, penjor juga sering dikaitkan dengan simbol Naga Basuki yang menjaga keseimbangan alam, sementara pemasangannya pada Penampahan Galungan melambangkan tegaknya Dharma atau kemenangan kebaikan. Karena makna inilah, setiap unsur pada penjor memiliki nilai simbolik yang tidak bisa dilepaskan dari identitas budaya masyarakat Bali.
Di sisi lain, imbauan PLN sebenarnya tidak dimaksudkan untuk mengurangi atau membatasi tradisi tersebut. Secara teknis, jarak aman memang dibutuhkan untuk menghindari potensi bahaya, karena penjor yang tinggi dan lentur dapat bergoyang tertiup angin dan menyentuh jaringan listrik. Hal ini dapat menimbulkan percikan, korsleting, bahkan kebakaran. Namun demikian, cara penyampaian informasi yang mendadak dan kurang terkoordinasi dengan desa adat membuat sebagian masyarakat merasa tradisinya disentuh secara tidak tepat. Padahal jika dipahami dengan baik, imbauan tersebut lebih menekankan pada aspek keselamatan, bukan pada perubahan bentuk atau makna penjor.
Persoalan ini juga membuka kembali pembahasan mengenai kondisi jaringan listrik di banyak titik di Bali. Tidak sedikit wilayah yang memiliki kabel-kabel semrawut, rendah, atau tidak tertata rapi sehingga mengganggu estetika lingkungan dan kerap bersinggungan dengan aktivitas masyarakat. Dalam konteks ini, masyarakat menilai bahwa imbauan mengenai jarak penjor seharusnya diimbangi dengan upaya PLN membenahi tata kelola kabel di lapangan. Penataan yang baik akan memudahkan masyarakat untuk memasang penjor tanpa rasa khawatir, sekaligus meningkatkan keamanan dan kenyamanan bersama.
Menyikapi situasi ini, hal terbaik yang dapat dilakukan adalah menjaga sikap saling memahami. Tradisi dan teknologi seharusnya tidak dipertentangkan, melainkan berjalan berdampingan dalam harmoni. Umat Hindu tetap dapat menjalankan kewajiban adat dengan khidmat, sementara imbauan keselamatan dari PLN juga dapat dipahami sebagai bentuk tanggung jawab untuk melindungi masyarakat. Pada saat yang sama, PLN diharapkan lebih memperhatikan tata kelola jaringan listrik dan membangun komunikasi yang lebih intens dengan desa adat, sehingga penyampaian informasi teknis tidak lagi menimbulkan polemik.
Pada akhirnya, polemik penjor dan imbauan PLN ini dapat menjadi pembelajaran bahwa menjaga tradisi dan menjaga keselamatan adalah dua hal yang sama pentingnya. Keduanya dapat diwujudkan bersamaan ketika ada komunikasi yang baik dan niat untuk saling mengerti. Dengan cara itu, perayaan Hari Raya Galungan tetap dapat berlangsung dengan penuh makna, aman, dan harmonis bagi seluruh masyarakat.



